Sistem Informasi Dunia
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sistem
Informasi Dunia merupakan sebuah sistem yang berbasis komputer yang
memungkinkan perusahaan multinasional untuk
menyelaraskan kegiatan perusahaan induk dan cabangnya, dimana cabang tersebut
secara geografis tersebar di berbagai penjuru dunia dan setiap kantor cabang
terkait memiliki tujuan, kebijakan dan tata cara tersendiri yang unik.
Sejarah
Selama tahun
1980-an dan awal tahun 1990-an, perusahaan raksasa multinasional banyak
menyelesaikan pembangunan sistem informasi global mereka (GIS/ Global
Information System), tetapi masih terdapat beberapa hal lain yang masih harus
diselesaikan dalam rangka menyempurnakan sistem pengelolaan informasi berbasis
komputer yang mendunia ini. Pada tahun 2000-an, kurang lebih 2070 perusahaan
multinasional akan didorong untuk memperbaiki aplikasi sistem informasi dan
bentukan arsitektur sistem ini. Sistem yang mulanya dirancang untuk mendukung
operasi yang tersentralisasi ataupun tidak tersentralisasi akan ditingkatkan
untuk memampukan perusahaan induk dan cabangnya beroperasi sebagai sebuah
koordinat suatu sistem yang terintegrasi. Adapun hal yan perlu ditingkatkan dan
diintegrasikan secara utuh dalam pematangan sistem informasi dunia adalah
peranan sistem informasi berbasis komputer (Computer Based Information System/
CBIS).
Subsistem Pengembangan Sistem Informasi Dunia
Sistem Informasi Akuntansi
Subsistem
ini menjadikan segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan perusahaan
menjadi jauh lebih mudah dan sederhana dengan penggunaan sistem komputer. Saat
tindakan berlangsung dan transaksi terjadi, data dimasukkan ke dalam basis
data. Salah satunya adalah ketika data akuntansi ini masuk ke dalam pusat
pengumpulan data yang dilakukan oleh pekerja dan pengawas kendali kualitas saat
produksi berlangsung. Pihak manajemen dapat melakukan pemantauan pada waktu itu
juga (real time) terhadap kegiatan kendali kualitas yang terjadi. Laporan
keuangan standar yang dibuat oleh SIA, seperti rekening koran (income
statement) dan analisis biaya, disajikan sebagai suatu kartu catatan kualitas
produk, pengembalian pelanggan, dan proses selanjutnya yang terkait.
Sistem Informasi Manajemen
SIM
bertanggung jawab dalam menyediakan informasi untuk seluruh manajer perusahaan
dalam bentuk laporan berkala, laporan khusus, dan keluaran bentuk matematika.
Para manajer di semua wilayah fungsi dapat menerima keluaran ini, yang sebagian
besar dihasilkan dari gabungan data SIA yang ada. Contoh laporan yang dimaksud
adalah manajer kendali kualitas dapat menerima laporan bulanan yang menunjukan
tingkat penolakan untuk masing-masing tahap dalam proses di pabrik.
Sistem Pendukung Keputusan
Sistem ini
memungkinkan pembuatan keluaran (out put) untuk masalah khusus yang berkenaan
dengan kualitas. Penerapan SPK yang berbasis sistem komputer ini dapat dilihat
dari beberapa kegiatan seperti; seorang pengawas kualitas produksi perusahaan
yang dapat memperbaiki basis data untuk tampilan biaya perbaikan produk yang
disebabkan pengembalian dari pelanggan, manajer pabrik dapat menggunakan
lembaran elektronik untuk meniru pengaruh bonus kualitas pada biaya produksi.
Sistem Otomatisasi Perkantoran
SOP
menyediakan prasarana telekomunikasi untuk orang-orang di dalam
perusahaan dan memampukan mereka untuk berkomunikasi di lingkungan internal
dengan para penyalur serta para pelanggan di lingkungan perusahaan. Komunikasi
ini membuat kelompok penanggung jawab kualitas, seperti komite dan kelompok
proyek, untuk menyelaraskan upaya kemampuan telekomunikasi tersebut. Pengolahan
kata (word processing), Email, surat suara (voice mail), dan pemindahan facsimile dapat memenuhi dan menunjang pelaksanaan subsistem
ini dengan baik. Aplikasi SOP lainnya seperti tatap muka melalui video gambar (video conferencing), pertemuan/ temu wicara melalui suara (audio
conferencing),
merupakan terapan subsistem otomatisasi perkantoran yang sangat mendukung
proses komunikasi di antara pihak-pihak perusahaan yang keberadaannya tersebar.
Sistem
Ahli
Perusahaan dapat menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligent) untuk meraih suatu pengetahuan dan
menjadi ahli dalam pengetahuan tersebut serta untuk lebih mencakapkan para
pegawai pada bentuk sistem informasi. Fungsi sistem ahli dinamakan sebagai
konsultan, dan kegiatannya disebut konsultasi. Tingkatan operasional perusahaan
merupakan tempat sistem ahli yang paling tinggi nilai efektivitasnya. Sistem
ini dapat menampilkan kebutuhan basis data atau penggunaan di bidang lainnya
secara lebih cepat. Salah satu sistem ahli pertama adalah buatan perusahaan
General Electric (GE) dari Amerika Serikat untuk mendapatkan transfer
pengetahuan dari ahli perbaikan lokomotif yang lama dan mendekati masa pensiun.
Sistemnya dinamakan CATS-1,NU, dibuat untuk membantu montir mengenali dan
mendiagnosis masalah mesin. Di saat masalah telah ditemukan, sebuah pita gambar
(video tape) menginstruksikan mesin untuk memperbaiki bagian yang perlu saja.
Level dan Strategi Penerapan Sistem Informasi Dunia
Beberapa
industri raksasa seperti Samsung, Siemens, Sony, Carrefour, Suzuki dan
Microsoft memiliki pusat dunianya secara global (global focus). Seperti halnya
Siemens yang selalu melihat wilayah pasaran yang potensial sebagai fokus dunia
global. Selama bertahun-tahun lamanya, markas besar mereka disebut sebagai
World Head Quarters (WHQ) atau markas besar dunia. Christopher Barlett dan
Sumantra Ghosal telah melakukan penelitian terhadap strategi penerapan sistem
informasi global pada berbagai level perusahaan multinasional dan telah
mengembangkannya menjadi empat klasifikasi yang telah diterima luas.
Strategi Multinasional
Strategi
multinasional merupakan strategi yang paling tua, yang telah diterapkan oleh
perusahaan-perusahaan Eropa sebelum Perang Dunia II. Siasat “lepas tangan” yang
digunakan oleh perusahaan induk dimana mereka mengizinkan cabang-cabangnya
untuk mengembangkan produk dan mempraktikannya secara mandiri di wilayah
operasi cabang tersebut. Sistem informasi yang digunakan memudahkan
desentralisasi pembuatan keputusan dan terdiri atas basis data dan proses yang
berdiri sendiri.
Strategi Dunia Global
Strategi
dunia global membatasi kendali di bawah perusahaan induknya. Produk untuk
seluruh pasaran dunia globalnya dibuat secara terpusat dan dikirimkan ke
cabang-cabangnya. Aliran produk dan informasi di antara perusahaan induk dan
cabangnya bergerak dalam satu arah menuju cabang. Sistem informasi dari
strategi ini menempati kapasitas terbesar di lokasi induk dan menonjolkan
sentralisasi pada basis data dan proses.
Strategi Internasional
Strategi
internasional merupakan perpaduan kendali yang bersifat sentralisasi dari
strategi dunia global dan kendali yang desentralisasi dari strategi
multinasional. Dalam penerapan sistem ini, kelompok manajemen di perusahaan
induk lebih mengetahui dan terampil dalam memasuki pasaran dunianya.
Cabang-cabang menggunakan keahlian mereka untuk menyesuaikan produk, proses,
dan strategi kepada pasaran mereka masing-masing bedasarkan kelompok manajemen
yang telah ditetapkan. Perusahaan yang mengikuti strategi bisnis ini
menjalankan sistem antar organisasi yang menghubungkan basis data dan proses
dari induk dengan cabang-cabangnya.
Strategi Antarnegara
Strategi ini
cukup terkenl di tahun 1980-an. Perusahaan induk dan seluruh cabang bekerja
sama dalam merumuskan strategi dan mengoperasikan kebijakan dan mengkoordinasi
logistik untuk menempatkan produk pada pasaran yang tepat. Perusahaan induk
memantau pencapaian
yang dapat diraih melalui penggabungan bisnis global untuk efisiensi, namun
tetap memberikan keleluasaan pada tingkat lokal operasi perusahaan cabang.
Perusahaan yang menerapkan strategi ini melakukan penggabungan pada sistem
informasinya dengan mengikuti standar yang digunakan pada skala internasional
bersamaan dengan rancangan sistem informasi pada umumnya. Strategi ini menempatkan tanggung jawab
yang besar pada pengelola basis data untuk memastikan bahwa rancangan basis
data perusahaan lazim digunakaan di seluruh dunia.
Hubungan antara Sistem Informasi Dunia dengan Strategi
Bisnis
1. Kerja
berdampingan dengan para eksekutif perusahaan untuk memperoleh penjelasan
mengenai pengaruh yang mungkin saja terjadi pada sistem informasi dunia dalam
strategi bisnis global.
2. Memahami
masing-masing unit usaha dalam strategi bisnis global.
3.
Menentukan siasat sistem informasi dunia yang tepat untuk masing-masing unit
strategi.
4. Mengenali
pentingnya aplikasi untuk mencapai masing-masing siasat sistem informasi dunia
dan memprioritaskan penerapannya.
5.
Menetapakan tanggung jawab untuk menerapkan aplikasi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Akhir dekade 1990-an ini merupakan periode yang menarik
bagi kita untuk menilai kembali segala d DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….…………………………………………………………i
DAFTAR ISI ………………………………………………….………………………2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..………………………3
1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………….....………….3
KATA PENGANTAR ……….…………………………………………………………i
DAFTAR ISI ………………………………………………….………………………2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………..………………………3
1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………….....………….3
1.2. Rumusan
Masalah …………………………………………………………..…….3
1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….…………3
1.3. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….…………3
BAB II PERUSAHAAN MULTI Nasional ……………………………………………4
2.1.
Pengertian Perusahaan Multinasinal ………………......…………………………..4
2.2. FDI dan liberalisme di Indonesia ………………………………………………….7
2.2. FDI dan liberalisme di Indonesia ………………………………………………….7
2.3
Perusahaan-perusahaan Multinasional …………………….........………………...12
2.4.Ddampak
perusahaan Multinasional ………………….....………………………..15
BAB III
PENUTUP …………………………………………….……………………19
3.1. Kesimpulan …………………………………………………..………………….19
3.1. Kesimpulan …………………………………………………..………………….19
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………..………………….24
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkembangnya Perusahaan Multi Nasional disuatu Negara sangatlah
berpengaruh terhadap Ekonomi Negara itu sendiri dimana pengangguran akan
berkurang sehingga pendapatan Negara itu sendiri otomatis akan bertambah.
Dalam rangka membantu perubahan terhadap Negara khususnya Indonesia
perkembangan perusahaan multi Nasional merupakan prioritas utama dalam pembangunan
Negara.maka pembangunan ini memerlukan konsep yang sangat bagus agar
tuuan-tujuan tercapai semua.
Dengan demikian unsure pemerintahan merupakan hal yang penting sebelum
mengarah kepada perusahaan itu sendiri
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam makalah ini adalah: Bagaimana pengaruh Perusahaan Multi Nasional Ter hadap Suatu Negar
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan dari Makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh perusahaan Multi Nasional terhadap suatu Negara
BAB II
PERUSAHAAN
MULTINASIONAL
A. PENGERTIAN PERUSAHAAN
MULTINASINAL
Di beberapa dekade akhir abad ke-20, transformasi pesat dunia industri
mengambil bentuknya yang baru. Kemajuan mencolok ilmu dan teknologi, sebagai
mesin penggerak suatu masyarakat, dunia mendapatkan pengaruhnya dari berbagai
sudut. Perekonomian adalah salah satu bidang yang mengalami berbagai perubahan
mencolok di masa-masa tersebut. Yang pasti, munculnya berbagai perusahaan
multinasional, hingga batas tertentu, membuka peluang bagi globalisasi ekonomi.
Pengalaman pertumbuhan ekonomi pada
abad kesembilan belas di Negara-negara maju banyak bersumber dari dari
pergerakan modal internasional yang cukup deras pada waktu itu. Mobiltas
faktor-faktor produksi yang terjadi antar Negara mencapai titik puncaknya
dengan hadirnya perusahaan-perusahaan multinasional. Mungkin perkembangan
yang terpenting dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional selama dua
dasawarsa terakhir ini adalah lonjakan mengagumkan kekuatan dan pengaruh
perusahaan-perusahaan raksasa multinasional. Merekalah penyalur utama
aneka factor produksi, mulai dari modal, tenaga kerja dan teknologi produksi,
semuanya dalam skala besar-besaran, dari satu Negara ke Negara lainnya.
Dalam operasinya ke berbagai Negara-negara
dunia ketiga, mereka menjalankan berbagai macam operasi bisnis yang inovatif
dan kompleks sehingga tidak bias lagi kita pahami hanya dengan perangkat
teori-teori perdagangan yang sederhana, apalagi mengenai distribusi
keuntungannya. Perusahaan-perusahaan raksasa, seperti IBM, Ford, Exxon,
Philips, Hitachi, British Petroleum, Renault, Volkswagen, dan Coca-Cola, telah
sedemikan rupa mendunia dalam operasinya sehingga kalkulasi atas distribusi
keuntungan-keuntungan yang dihasilkan oleh produksi internasional itu kepada
penduduk setempat dan pihak asing menjadi semakin sulit dilakukan.
Arus sumber-sumber keuangan
internasional dapat terwujud dalam dua bentuk. Yang pertama adalah penanaman
modal asing yang dilakukan oleh pihak swasta (private foreign investment)
dan investasi portofolio, terutama berupa penanaman modal asing
“langsung” (PMI). Penanaman modal seperti ini juga dapat disebut Foreign Direct
Investment (FDI). FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi
langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang
kian mengglobal. Ia bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan
modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara
ini perusahaan yang ada di negara asal (biasa disebut ‘home country‘)
bisa mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi (biasa
disebut ‘host country‘) baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan si
penanam modal membeli perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan
modal untuk membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya
10%.
Biasanya, FDI terkait dengan
investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau konstruksi sebuah
pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau konstruksi peralatan
atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan asing. Penanaman kembali
modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman
jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan perusahaan anak atau
afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung. Kini mulai muncul
corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas penggunaan teknologi
tinggi. Sebagian besar FDI ini merupakan kepemilikan penuh atau hampir penuh
dari sebuah perusahaan. Termasuk juga perusahaan-perusahaan yang dimiliki
bersama (joint ventures) dan aliansi strategis dengan
perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang melibatkan tiga pihak atau
lebih biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘) dan biasanya
dibentuk untuk proyek tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek
pekerjaan umum yang melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian dan
sumberdaya.
B.
FDI dan Liberalisasi di Indonesia
UU Penanaman
Modal Asing (UU No. 1/1967) dikeluarkan untuk menarik investasi asing guna
membangun ekonomi nasional. Di Indonesia adalah wewenang Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) untuk memberikan persetujuan dan ijin atas investasi
langsung luar negeri. Dalam dekade terakhir ini pemodal asing enggan menanamkan
modalnya di Indonesia karena tidak stabilnya kondisi ekonomi dan politik. Kini
muncul tanda-tanda bahwa situasi ini berubah: ada sekitar 70% kenaikan FDI di
paruh pertama tahun 2005, bersamaan dengan tumbuhnya ekonomi sebesar 5-6% sejak
akhir 2004. Pada awal 2005, Inggris, Jepang, Cina, Hong Kong, Singapura,
Australia, dan Malaysia adalah sumber-sumber FDI yang dianggap penting. Menurut
data statistik UNCTAD, jumlah total arus masuk FDI di Indonesia adalah US$1.023
milyar pada tahun 2004 (data terakhir yang tersedia); sebelumnya US$0.145
milyar pada tahun 2002, $4.678 milyar pada tahun 1997 dan $6.194 milyar pada
tahun 1996 [tahun puncak].
Pertumbuhan penanaman modal swasta
asing secara langsung (foreign direct investment)-yakni, yang dana-dana
investasinya langsung digunakan untuk menjalankan kegiatan bisnis atau
mengadakan alat-alat atau fasilitas produksi seperti memberi lahan, membuka
pabrik-pabrik, mendatangkan mesin-mesin, membeli bahan baku, dan sebagainya di
Negara-negara dunia ketiga seperti di Indonesia ini, telah berlangsung secara
sangat cepat selama sekian dasawarsa terakhir ini. Apabila pada tahun 1962
nilai totalnya baru mencapai sekitar US$ 2,4 miliar, maka di tahun 1980
jumlahnya telah melonjak menjadi sekitar US$ 11 miliar, kemudian naik lagi
hingga US$ 35 miliar di tahun 1990, serta berpuncak sebesar lebih dari US$ 120
,miliar di tahun 1997. dari keuntungan yang sedemikian besar diperoleh ini,
hanya sekitar 60 persen dari total dana investasi asing tersebut yang mengalir
ke Negara-negara di Asia.
Perusahaan-perusahaan multinasional
yang ingin menyedot sumber daya alam menguasai pasar (baik yang sudah ada dan
menguntungkan maupun yang baru muncul) dan menekan biaya produksi dengan
mempekerjakan buruh murah di negara berkembang, biasanya adalah para penanam
modal asing ini. Contoh ‘klasik’ FDI semacam ini misalnya adalah
perusahaan-perusahaan pertambangan Kanada yang membuka tambang di Indonesia
atau perusahaan minyak sawit Malaysia yang mengambil alih perkebunan-perkebunan
sawit di Indonesia. Cargill, Exxon, BP, Heidelberg Cement, Newmont, Rio Tinto
dan Freeport McMoRan, dan INCO semuanya memiliki investasi langsung di
Indonesia. Namun demikian, kebanyakan FDI di Indonesia ada di sektor manufaktur
di Jawa, bukan sumber daya alam di daerah-daerah.
Salah satu aspek penting dari FDI
adalah bahwa pemodal bisa mengontrol atau setidaknya punya pengaruh penting
manajemen dan produksi dari perusahaan di luar negeri. Hal ini berbeda dari
portofolio atau investasi tak langsung, dimana pemodal asing membeli saham
perusahaan lokal tetapi tidak mengendalikannya secara langsung. Biasanya juga
FDI adalah komitmen jangka-panjang. Itu sebabnya ia dianggap lebih bernilai
bagi sebuah negara dibandingkan investasi jenis lain yang bisa ditarik begitu
saja ketika ada muncul tanda adanya persoalan.
Undang-Undang penanaman Modal
Pertama dikeluarkan pada waktu masa pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto, yaitu Undang-Undang No.1 tahun 1967, dikatakan dengan jelas
bahwa beberapa jenis bidang usaha sepenuhnya tertutup bagi perusahaan asing,
yaitu pelabuhan, pembangkitan dan transmisi listrik, telekomunikasi,
pendidikan, penerbangan, air minum, perkereta-apian (KA), tenaga nuklir, dan
media massa. Kesemua bidang ini dibatasi adanya campur tangan oleh pihak asing
karena bidang-bidang ini dapat dikategorikan sebagai usaha yang bernilai
strategis bagi Negara dan kehidupan sehari-hari rakyat banyak yang seharusnya
tidak boleh dipengaruhi oleh pihak asing (terdapat di pasal 6 ayat 1).
Setahun kemudian dibuatlah
Undang-Undang yang mengatur tentang penanaman modal dalam negeri (UU No.6 tahun
1968), yang didalamnya (Pasal 3 ayat 1), menyatakan sebagai berikut :
“Perusahaan Nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51 % daripada modal
dalam negeri yang ditanam di dalmnya dimiliki oleh Negara dan / atau swasta
nasional”. Dengan kata lain, berdasarkan Undang-Undang ini, pemodal asing hanya
boleh memiliki modal maksimal, sebanyak-sebanyaknya 49% dalam sebuah
perusahaan. Namun kemudian, pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan
pemerintah yang menjamin investor asing bisa memiliki hingga 95% saham
perusahaan yang bergerak dalam bidang “… pelabuhan; produksi dan transmisi
serta distribusi tenaga listrik umum; telekomunikasi; penerbangan, pelayaran,
KA; air minum, pembangkit tenaga nuklir; dan media massa” (PP No. 20/1994
Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 5 ayat 1).
Penanaman Modal Swasta Asing Secara Langsung (FDI), 1970-1997
Penanaman FDI
|
Penerima Utama FDI, 1997
|
||
Tahun
|
Total FDI netto
(dalam US$ miliar)
|
Negara Penerima
|
FDI yang diterima (persentase total)
|
1970
1980
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
|
3,1
10,9
23,7
35,1
42,5
53,2
78,1
96,3
118,9
119,4
|
Cina
Brasil
Meksiko
Indonesia
Polandia
Malaysia
Argentina
India
Venezuela Negara
berkembang lainnya
|
31
13
7
5
4
3
3
3
2
29
|
Selanjutnya dibawah kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah Indonesia mengadakan International
Infrastructure Summit pada tanggal 17 Januari 2005 dan BUMN summit pada
tanggal 25-26 Januari 2005. Infrastructure summit menghasilkan keputusan
eksplisit bahwa seluruh proyek infrastruktur dibuka bagi investor asing untuk
mendapatkan keuntungan, tanpa perkecualian. Pembatasan hanya akan tercipta dari
kompetisi antarperusahaan. Pemerintah juga menyatakan dengan jelas bahwa tidak
akan ada perbedaan perlakuan terhadap bisnis Indonesia ataupun bisnis asing
yang beroperasi di Indonesia.
BUMN summit menyatakan jelas
bahwa seluruh BUMN akan dijual pada sektor privat. Dengan kata lain, artinya
tak akan ada lagi barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan biaya
murah yang disubsidi dari pajak. Di masa depan seluruh barang dan jasa bagi
publik akan menjadi barang dan jasa yang bersifat komersial yang penyediaannya
murni karena motif untuk mendapatkan laba. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan
proses liberalisasi yang saat ini sedang berlangsung di semua sektor di
Indonesia dan menunjukkan pentingnya FDI bagi pemerintah Indonesia.
C.
Perusahaan-Perusahaan Multinasional
Perusahaan Multinasional telah
memainkan peranan yang sangat penting dalam menjalankan kebijakan dan aturan
baik di tingkat national maupun internasional. Di negara-negara berkembang,
hampir setiap aspek dari kehidupan komunitas telah terkena dampak dari operasi
Perusahaan Multinasional. Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang
berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan
seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak
negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka
mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar
memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh
kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar
bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk
relasi masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan
mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi
agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga
pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah
tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional
seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan
pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
Perusahaan multinasional pada
dasarnya adalah sebuah perusahaan raksasa yang menjalankan, memiliki serta
mengendalikan operasi bisnis atau kegiatan-kegiatan usahanya di lebih dari satu
Negara. Perusahaan multinasional ini umumnya berupa perusahaan yang dikelola
oleh lebih dari sebuah negara, dan oleh karena kekuatan ekonominya yang besar,
ia mampu mempengaruhi kebijakan-kebijakan perekonomian suatu negara dengan
sangat luas.
Dari sudut pandang sejarah, model
perusahaan seperti ini mulai bermunculan sejak dekade 50. perusahaan-perusahaan
multinasional, terutama di AS, semakin aktif di beberapa bidang, setelah
terpengaruh oleh kondisi perekonomian di zaman itu. Dengan memanfaatkan sistem
transportasi dan komunikasi internasional yang semakin modern, demikian pula
karena adanya “celah” antara hubungan Eropa dan Jepang, perusahaan-perusahaan
ini menemukan peluang untuk menjual produk-produk mereka ke luar batas-batas
AS. Tak lama kemudian, perusahaan-perusahaan Eropa mengikuti jejak langkah
mereka ini, sehingga menjadi semakin luaslah keberadaan perusahaan-perusahaan
multinasional ini.
Perusahaan multinasional atau PMN
adalah perusahaan yang
berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan
seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak
negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka
mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinasional yang sangat besar
memiliki dana yang melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh
kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar
bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk
relasi masyarakat dan melobi politik. Karena jangkauan internasional dan
mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan Negara sendiri, harus berkompetisi
agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga
pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi lainnya) di wilayah
tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional
seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan
pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
Terdapat dua karakteristik pokok
dari perusahaan multinasional, yakni ukuran mereka yang sangat besar dan
kenyataan bahwa operasi bisnis mereka yang tersebar ke seluruh dunia itu
cenderung dikelola secara terpusat oleh para pemimpinnya di kantor pusatnya
yang berkedudukan di Negara asal. Ukuran mereka yang sedemikian besar tentu
memberikan kekuatan ekonomi (dan terkadang juga kekuatan politik) yang sangat
besar, sehingga mereka merupakan kekuatan utama (sekitar 40%) yang menyebabkan
berlangsungnya globalisasi perdagangan duniua secara pesat. Dengan kekuatan
yang begitu besar, merekalah yang sebenarnya seringkali mendominasi aneka
komoditi dagang di Negara-negara berkembang (tembakau, mie, bubur gandum
instant, dsb).
Dari gambaran ini, maka bisa
dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan ekonomi (dan terkadang politik) yang
dimiliki oleh perusahaan-perusahaa multinasional tersebut, apalagi jika
dibandingkan dengan pemerintahan di Negara-negara berkembang di mana mereka
menjalankan bisnisnya. Kekuatan mereka ini juga ditunjang lagi oleh posisi
oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestic atau bahkan
internasional pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka jalankan.
D. Dampak perusahaan multinasional
Dewasa ini kehadiran
perusahaan-perusahaan multinasional di bidang ekonomi dan politik dunia, terasa
sangat mencolok. Perusahaan-perusahaan multinasional yang “menancapkan kukunya”
juga tentu saja memberikan implikasi kepada, saya sebut sebagai, Negara yang
di’ekspansi’nya, baik dampak positif maupun dampak negatifnya. Dampak
positif pertama yang paling sering disebut-sebut sebagai sumbangan positif
penanaman modal asing ini adalah, peranannya dalam mengisi kekosongan atau
kekurangan sumber daya antara tingkat investasi yang ditargetkan dengan jumlah
actual “tabungan domestik” yang dapat dimobilisasikan. Dampak positif kedua adalah,
dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan ikut serta
secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri, pemerintah
Negara-negara berkembang berharap bahwa mereka akan dapat turut memobilisasikan
sumber-sumber financial dalam rangka membiayai proyek-proyek pembangunan secara
lebih baik.
Dampak positif ketiga adalah,
perusahaan multinasional tersebut tidak hanya akan menyediakan sumber-sumber
financial dan pabrik-pabrik baru saja kepada Negara-negara miskin yang
bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi mereka juga menyediakan suatu “paket”
sumber daya yang dibutuhkan bagi proses pembangunan secara keseluruhan,
termasuk juga pengalaman dan kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan,
yang pada akhirnya nanti dapat dimanifestasikan dan diajarkan kepada
pengusaha-pengusaha domestic.
Dampak positif keempat adalah,
perusahaan multinasional juga berguna untuk mendidik para manajer local agar
mengetahui strategi dalam rangka membuat relasi dengan bank-bank luar negeri,
mencari alternative pasokan sumber daya, serta memperluas jaringan-jaringan
pemasaran sampai ke tingkat internasional. Dampak positif kelima adalah,
perusahaan multinasional akan membawa pengetahuan dan teknologi yang tentu saja
dinilai sangat maju dan maju oleh Negara berkembang mengenai proses produksi
sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan modern kepada Negara-negara
dun ia ketiga.
Selain dampak positif yang telah
dikatakan diatas, tentu saja dalam pelaksanaan kegiatan ekonominya, perusahaan
multinasional juga mempunyai dampak negatif yang terjadi pada Negara tamu. Pada
umumnya pasar yang menjadi sasaran pemasaran perusahaan multinasional ini
memang adalah Negara-negara yang notabenenya adalah Negara-negara yang sedang
berkembang atau Negara-negara dunia ketiga. Hal ini mereka lakukan karena
Negara-negara dunia ketiga ini dinilai belum mempunyai perlindungan yang baik atau
belum mempunyai “kekuatan” yang cukup untuk menolak “kekuatan” daripada
perusahaan-perusahaan raksasa multinasional ini sehingga bukan tidak mungkin
mereka bisa melakukan intervensi terhadap pemerintahan yang dilangsungkan oleh
Negara yang bersangkutan, atau dengan kata lain Negara-negara ini menghadapi
dilema di mana sebagian besar negara terlalu lemah untuk menerapkan prinsip
aturan hukum, dan juga perusahaan-perusahaan raksasa ini sangat kuat
menjalankan kepentingan ekonomi untuk keuntungan mereka sendiri.
Kemudian kita juga harus menyadari
bahwa perusahaan-perusahaan mutinasional ini tidak tertarik untuk menunjang
usaha pembangunan suatu Negara. Perhatian mereka hanya tertuju kepada upaya
maksimalisasi keuntungan atau tingkat hasil financial atas setiap sen modal
yang mereka tanamkan. Perusahaan-perusahaan multi nasional ini senantiasa
mencari peluang ekonomi yang paling menguntungkan, dan mereka tidak bisa
diharapkan untuk memberi perhatiam kepada soal-soal kemiskinan, ketimpangan
pendapatan dan lonjakan pengangguran. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan
multinasional hanya sedikit memperkerjakan tenaga-tenaga setempat. Operasi
mereka cenderung terpusat di sector modern yang mampu menghasilkan keuntungan
yang maksimal yaitu di daerah perkotaan.
Selain tidak bisa diharapkan untuk
ikut membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan di Negara tuan rumah, mereka
bahkan seringkali memberi pengaruh negative terhadap tingkat upah rata-rata,
karena mereka biasanya memberikan gaji dan aneka tunjangan kesejahteraan yang
jauh lebih tinggi ketimbang gaji gaji rata-rata kepada para karyawannya, baik
itu yang berasal dari Negara setempat atau yang didatangkan dari Negara-negara
lain. Di atas telah dikatakan bahwa keuatan mereka juga ditunjang oleh
posisi oligopolitik yang mereka genggam dalam perekonomian domestik atau bahkan
internasional pada sektor atau jenis-jenis produk yang mereka geluti. Hal ini
bertolak berlakang dari keyataan bahwa mereka cenderung beroperasi di
pasar-pasar yang dikuasai oleh beberapa penjual dan pembeli saja. Situasi
seperti ini memberi mereka kemampuan serta kesempatan yang sangat besar untuk
secara sepihak menentukan harga-harga dan laba yang mereka kehendaki,
bersekongkol dengan perusahaan lainnya dalam membagi daerah operasinya serta
sekaligus untuk mencegah atau membatasi masuknya perusahaan-perusahaan baru
yang nantinya dikhawatirkan akan menjadi saingan mereka.
Hal-hal tersebut mereka upayakan
dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki dalam penguasaan
teknologi-teknologi baru yang paling canggih dan efisien, keahlian-keahlian
khusus, diferensiasi produk, serta berbagai kegiatan periklanan secara gencar
dan besar-besaran untuk mempengaruhi, kalau perlu mengubah, selera dan minat
konsumen. Kemudian walaupun dampak-dampak awal (berjangka awal) dari penanaman
modal perusahaan multinasional memang dapat memperbaiki posisi devisa Negara
yang menerima mereka (Negara tuan rumah), tetapi dalam jangka panjang
dampak-dampaknya justru negatif, yakni dapat mengurangi penghasilan devisa
itu, baik dari sisi neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. Neraca
transaksi berjalan bisa memburuk karena adanya impor besar-besaran atas
barang-barang setengah jadi dan barang modal oleh perusahaan multinasional itu,
dan hal tersebut masih diperburuk lagi oleh adanya pengiriman kembali
keuntungan hasil bunga, royalty, dan biaya-biaya jasa manajemen ke Negara
asalnya. Jadi praktis pihak Negara tuan rumah tidak memperoleh bagian
keuntungan yang adil dan wajar.
Selain itu perusahaan-perusahaan
multinasional berpotensi besar untuk merusak perekonomian tuan rumah dengan
cara menekan timbulnya semangat bisnis para usahawan local, dan menggunakan
tingkat penguasaan pengetahuan teknologi mereka yang superior, jaringan
hubungan luar negeri yang luas dan tertata baik, keahlian dan agresivitas di
bidang periklanan, serta penguasaan atas berbagai berbagai jenis jasa pelengkap
lainnya untuk mendorong keluar setiap perusahaan local yang cukup potensial
yang dianggap mengganggu atau mengancam dalam kancah persaingan, dan sekaligus
untuk menghalangi munculnya perusahaan-perusahaan baru yang berpotensi untuk
menjadi saingan mereka. Perusahaan-perusahaan multinasional juga sering
menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk mempengaruhi, menyuap, dan
memanipulasi berbagai kebijakan pemerintah di Negara tuan rumah ke arah yang
tidak menguntungkan bagi pembangunannya.
ampak kualitatif maupun kuantitatif yang
ditimbulkan oleh investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa
multinasional terhadap kondisi social-ekonomi Negara-negara berkembang yang
bertindak sebagai tuan rumahnya. Tetapi perusahaan multinasional atau
transnasional bisa menjadi bencana nasional karena rawan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) dan bisa menjadi kekuatan penghambat proses demokratisasi di negara-negara
sedang berkembang.
Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Emmy Hafild mengemukakan hal itu
dalam diskusi bertema, “Tanggung Jawab Transnational Corporations dalam HAM”
yang diselenggarakan Komisi Nasional HAM, Rabu (21 November 2006) di
Jakarta. Emmy berpendapat, ada kecenderungan kuat, para pemimpin
pemerintahan atau negara di negara-negara berkembang tunduk pada kekuatan modal
perusahaan-perusahaan transnasional. “Jadi, jangan heran bila banyak kebijakan
pemerintah soal perburuhan misalnya, lebih memihak kepentingan perusahaan
transnasional,” tegasnya. Menurut Emmy, dimana pun, perusahaan-perusahaan
multinasional selalu berusaha menggunakan setiap celah untuk mendikte norma
internasional. “Dan nyatanya berhasil,” tuturnya. Emmy mengatakan, perusahaan
multinasional di Tanah Air lebih banyak menimbulkan berbagai kerusakan daripada
keuntungan. Berbagai kerusakan itu antara lain, perampasan tanah, penghancuran
tradisi, perampasan hak penduduk atas lingkungan hidup yang sehat, penghancuran
sumber daya alam, serta pelecehan seksual.
Menteri Negara
Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, keterlibatan masyarakat sangat
esensial dalam pembangunan berkelanjutan, tetapi saat ini masih terbatas dan
masih belum menjadi suatu gerakan. Untuk mendorong partisipasi masyarakat,
dibutuhkan suatu wahan untuk menyebarkan suatu informasi mengenai pembangunan
berkelanjutan dan isu lingkungan global. Selain itu, kata Rachmat, diperlukan
penguatan jejaring masyarakat untuk dapat berperan dalam pembangunan masyarakat
yang berkelanjutan. Terkait dengan kasus yang terjadi di Papua, mungkin solusi
yang perlu dimanifestasikan di dalam masyarakat itu sendiri adalah berupa pola
alokasi dana ke titik tertentu mungkin perlu dikembangkan ke kelompok-kelompok
yang lebih kecil, mengingat suku-suku yang mendiami kawasan pegunungan itu
hidup dalam kelompok-kelompok kecil di daerah-daerah terisolasi sehingga dampak
yang terjadi lebih dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Barang kali satu-satunya
kesimpulan yang cukup sahih untuk dikemukakan di sini adalah bahwasannya
penanaman modal swasta asing bisa merupakan pendorong pembangunan ekonomi dan
social yang penting selama kepentingan-kepentingan perusahaan multinasional
tersebut memang sejalan dengan kepentingan pemerintah dan masyarakat di Negara
tuan rumah (tentu saja yang dimaksudkan dengan kepentingan di sini bukanlah
kepentingan yang pada akhirnya menyebabkan berlarut-larutnya pembangunan yang
dualistis serta memburuknya ketimpangan distribusi pendapatan). Namun, selama
perusahaan-perusahaan multinasional tersebut hanya melihat kepentingan mereka
dari segi output secara global atau maksimalisasi keuntungan saja tanpa
memperdulikan dampak-dampak jangka panjang yang ditimbulkan oleh segenap aktivitas
bisnisnya terhadap kondisi-kondisi ekonomi dan social di wilayah-wilayah
operasinya, maka selama itu pula tuduhan-tuduhan dari pihak yang menentang
penanaman modal asing akan semakin mendapatkan dukungan di kalangan pemerintah
maupun masyarakat di Negara-negara dunia ketiga.
Sukses dalam perusahaan yang menerapkan manajemen berdasarkan sistem informasi
3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kegagalan/kesuksesan Sistem Informasi
Faktor-faktor yang menjelaskan dapat mempengaruhi kegagalan dan kesuksesan dalam pembangunan dan penerapan SI diperusahaan seperti banyak perusahaan yang belum berhasil mengelola penggunaan teknologi informasi secara efektif dan efisien. Teknologi tidak digunakan secara efektif oleh berbagai perusahaan yang menggunakan TI terutama untuk mengkomputerisasikan proses bisnis tradisional dan bukannya untuk mengembangkan proses e-business yang inovatif dengan melibatkan pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis lainnya, e-commerce serta pendukung keputusan yang dijalankan melalui web. Teknologi informasi tidak digunakan secara efisien oleh sistem informasi yang memberi waktu respon yang lama dan seringkali mati atau pakar dan konsultan SI yang mengelola berbagai proyek pengembangan apikasi dengan tidak benar.
O’Brien dan Marakas (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang menyebabkan sukses atau tidaknya suatu organisasi/perusahaan dalam menerapkan sistem informasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesukesan penerapan sistem informasi, antara lain adanya dukungan dari manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), penggunaan kebutuhan perusahaan yang jelas, perencanaan yang matang, dan harapan perusahaan yang nyata. Sementara alasan kegagalan penerapan sistem informasi antara lain karena kurangnya dukungan manajemen eksekutif dan input dari end-user, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang tidak lengkap dan selalu berubah-ubah, serta inkompetensi secara teknologi, yang diuraikan sebagai berikut.
1. Kurangnya dukungan dari pihak eksekutif atau manajemen
Persetujuan dari semua level manajemen terhadap suatu proyek sistem informasi membuat proyek tersebut akan dipersepsikan positif oleh pengguna dan staf pelayanan teknis informasi. Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan terhadap waktu dan tenaga yang telah dicurahkan pada proyek tersebut, dukungan bahwa proyek akan menerima cukup dana, serta berbagai perubahan organisasi yang diperlukan. Dengan demikian, kurangnya komitmen eksekutif puncak untuk terlibat lebih jauh dalam proyek mengakibatkan penerapan sistem informasi perusahaan menjadi sia-sia.
Keterlibatan eksekutif dalam pengembangan sistem informasi di perusahaan juga menentukan kesuksesan proses sosialisasi sistem informasi. Proses sosialisasi sistem informasi yang baru merupakan proses perubahan organisasional. Kebanyakan orang dalam organisasi akan bertahan, karena perubahan mengandung ketidakpastian dan ancaman bagi posisi dan peran mereka. Akan tetapi, proses perubahan organisasional ini diperlukan untuk manajemen perubahan selama proses sosialisasi sistem informasi baru. Beberapa resiko dan konsekuensi manajemen yang tidak tepat dalam pengembangan sistem informasi adalah sebagai berikut.
• Biaya yang berlebih-lebihan sehingga melampaui anggaran.
• Melampaui waktu yang telah diperkirakan.
• Kelemahan teknis yang berakibat pada kinerja yang berada dibawah tingkat dari yang diperkirakan.
• Gagal dalam memperoleh manfaat yang diperkirakan.
2. Kurangnya keterlibatan atau input dari end user (pemakai akhir)
Sikap positif dari pengguna terhadap sistem informasi akan sangat mendukung berhasil atau tidaknya penerapan sistem informasi. Sikap positif dalam bentuk dukungan dan kompetensi dari user, serta hubungan yang baik antara user dengan teknisi merupakan faktor sikap yang menguntungkan (favorable attitudes) dan sangat penting bagi berhasilnya penerapan sistem informasi. Sikap positif menentukan tindakan, dan akan berkaitan dengan tingkat penggunaan yang tinggi (high levels of use) serta kepuasan (satisfaction) terhadap sistem tersebut.
Disamping itu, keterlibatan pengguna dalam desain dan operasi sistem informasi memiliki beberapa hasil yang positif. Pertama, jika pengguna terlibat secara mendalam dalam desain sistem, ia akan memiliki kesempatan untuk mengadopsi sistem menurut prioritas dan kebutuhan bisnis, dan lebih banyak kesempatan untuk mengontrol hasil. Kedua, pengguna cenderung untuk lebih bereaksi positif terhadap sistem karena mereka merupakan partisipan aktif dalam proses perubahan itu sendiri. Kesenjangan komunikasi antara pengguna dan perancang sistem informasi terjadi karena pengguna dan spesialis sistem informasi cenderung memiliki perbedaan dalam latar belakang, kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai kesenjangan komunikasi antara pengguna dan desainer (user-designer communication gap).
3. Tidak Memiliki Perencanaan Memadai
Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang tidak didukung dengan perencanaan yang matang tidak akan mampu menjembatani keinginan dan kepentingan berbagai pihak di perusahaan. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan tidak sesuai dengan arah dan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang tidak memiliki kompetensi inti dalam bidang teknologi informasi sebaiknya menjadi tidak memaksakan untuk menjadi leader dalam investasi teknologi informasi.
Sebagian besar penyedia jasa teknologi informasi kurang sensitif terhadap manajemen perusahaan, tetapi hanya fokus pada tools yang akan dikembangkan. Kelemahan inilah yang mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi secara jelas kebutuhan dan spesifikasi sistem informasi yang akan diterapkan berikut manfaatnya terhadap perusahaan. Kemauan perusahaan dalam merancang penerapan sistem informasi berdasarkan sumberdaya yang dimiliki diyakini dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
4. Inkompetensi secara Teknologi
Kesuksesan pengembangan sistem informasi tidak hanya bergantung pada penggunaan alat atau teknologinya saja, tetapi juga manusia sebagai perancang dan penggunanya. Bodnar dan Hopwood (1995) dalam Murdaningsih (2009) berpendapat bahwa perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasional. Sekitar 30 persen kegagalan pengembangan sistem informasi baru diakibatkan kurangnya perhatian pada aspek organisasional. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi memerlukan suatu perencanaan dan implementasi yang hati-hati, untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan (resistance to change)
3.2. Cara Mengatasi Kegagalan
Untuk mengatasi kegagalan tersebut perusahaan harus berhasil dalam menunjukkkan bahwa keterlibatan tingkat manajerial dan pemakai akhir yang ekstensif dan berarti adalah bahan utama dari kinerja sistem informasi yang berkualitas tinggi. Melibatkan para manajer bisnis dalam keterbukaan dari fungsi SI dan praktisi bisnis dalam pengembangan aplikasi SI. Melibatkan para manajer dalam manajemen TI (dari CEO hingga para manajer unit bisnis) membutuhkan pengembangan struktur tata kelola seperti dewan eksekutif dan komite pelaksana yang mendorong keterlibatan aktif mereka dalam perencanaan dan pengendalian penggunaan bisnis TI. Hal ini dapat membantu para manajer untuk menghindari masalah kinerja SI dalam unit bisnis dan proyek pengembangan mereka melalui keterlibatan ini para manajer dapat meningkatkan nilai bisnis strategis dari teknologi informasi.
Organisasi SIM dipercayakan pada program komputer, pasokan, data, dokumentasi, dan fasilitas yang terus meningkat ukuran dan nilainya. Kita harus memelihara standar kinerja, keamanan dan perilaku yang jelas membantu kita dalam memastikan integritas dan perlindungan berbagai aktiva ini. Karena itu, hal-hal berikut ini harus digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan kerja. Namun keberhasilan program ini tergantung pada kewaspadaan tiap anggota organisasi SIM pada nilai aktiva yang dipercayakan kepadanya. Harus disadari bahwa pelanggaran kepercayaan ini mengakibatkan tindakan pendisiplinan, termasuk pemberhentian.
Secara khusus para karyawan harus :
1. Melakukan semua kegiatan tanpa kecurangan. Hal ini mencakup pencurian atau penyalahgunaan uang, peralatan, pasokan, dokumentasi, program komputer, atau waktu komputer.
2. Menghindari segala tindakan yang mengkompromikan integritas mereka. Misalnya pemalsuan catatan dan dokumen, modifikasi program dan file produksi tanpa ijin, bersaing bisnis dengan organisasi, atau terlibat dalam perilaku yang mungkin mempengaruhi perusahaan atau reputasinya. Para karyawan tidak boleh menerima hadiah dari pemasok, agen dan pihak-pihak seperti itu.
3. Menghindari segala tindakan yang mungkin menciptakan situasi berbahaya. Termasuk membawa senjata tersembunyi di tempat kerja, mencederai orang lain atau mengabaikan standar keselamatan dan keamanan.
4. Tidak menggunakan alkhohol atau obat terlarang saat bekerja dan tidak bekerja di bawah pengaruh alkhohol atau obat terlarang atau kondisi lain yang tidak bugar untuk bekerja.
5. Memelihara hubungan yang sopan dan profesional dengan para pemakai, rekan kerja dan penyelia. Tugas pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan permintaan supervisor dan manajemen serta harus sesuai dengan standar keamanan bekerja. Setiap penemuan pelanggaran perilaku atau keamanan harus segera dilaporkan.
6. Berpegang pada peraturan kerja dan kebijakan pengupahan lain.
7. Melindungi kerahasiaan atau informasi yang peka mengenai posisi persaingan perusahaan, rahasia dagang atau aktiva.
8. Melakukan praktek bisnis yang sehat dalam mengelola sumber daya perusahaan seperti sumber daya manusia, penggunaan komputer, atau jasa luar.
Organisasi dapat meminimalkan kemungkinan kegagalan SIM perusahaan dengan mengambil langkah-langkah:
• Mengerti kerumitan organisasi
• Mengenali proses yang dapat menurun nilainya bila standarisasi dipaksakan
• Mencapai consensus dalam organisasi sebelum memutuskan menerapkan system informasi perusahaan
• Dukungan pemerintah yang baik dalam penerapan kegiatan ini dengan penyediaan tenaga yang handal dan sesuai pada bidang melalui pengadaan pembelajaran di bangku perguruan tinggi yang dispesifikasikan dengan menyesuaikan akan kebutuhan dari Negara.
• Respon yang baik dari masyarakat akan penerapan TI/SI yang menjadi tolak ukur utama dalam perkembangan penerapan TI/SI itu sendiri untuk pencapaian tujuan dari kegiatan pemerintah ini, seperti adanya ketertarikan beriklan melalui internet, bermain games online, mengerjakan kegiatan desain, arsitek, foto dan lain-lain dengan bantuan TI/SI yang telah ada.
kesimpulan : keunggulan dan keterbatasan perusahaan berpengaruh secara serempak kepada IOS.
Sukses dalam perusahaan yang menerapkan manajemen berdasarkan sistem informasi
3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kegagalan/kesuksesan Sistem Informasi
Faktor-faktor yang menjelaskan dapat mempengaruhi kegagalan dan kesuksesan dalam pembangunan dan penerapan SI diperusahaan seperti banyak perusahaan yang belum berhasil mengelola penggunaan teknologi informasi secara efektif dan efisien. Teknologi tidak digunakan secara efektif oleh berbagai perusahaan yang menggunakan TI terutama untuk mengkomputerisasikan proses bisnis tradisional dan bukannya untuk mengembangkan proses e-business yang inovatif dengan melibatkan pelanggan, pemasok, dan mitra bisnis lainnya, e-commerce serta pendukung keputusan yang dijalankan melalui web. Teknologi informasi tidak digunakan secara efisien oleh sistem informasi yang memberi waktu respon yang lama dan seringkali mati atau pakar dan konsultan SI yang mengelola berbagai proyek pengembangan apikasi dengan tidak benar.
O’Brien dan Marakas (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang menyebabkan sukses atau tidaknya suatu organisasi/perusahaan dalam menerapkan sistem informasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesukesan penerapan sistem informasi, antara lain adanya dukungan dari manajemen eksekutif, keterlibatan end user (pemakai akhir), penggunaan kebutuhan perusahaan yang jelas, perencanaan yang matang, dan harapan perusahaan yang nyata. Sementara alasan kegagalan penerapan sistem informasi antara lain karena kurangnya dukungan manajemen eksekutif dan input dari end-user, pernyataan kebutuhan dan spesifikasi yang tidak lengkap dan selalu berubah-ubah, serta inkompetensi secara teknologi, yang diuraikan sebagai berikut.
1. Kurangnya dukungan dari pihak eksekutif atau manajemen
Persetujuan dari semua level manajemen terhadap suatu proyek sistem informasi membuat proyek tersebut akan dipersepsikan positif oleh pengguna dan staf pelayanan teknis informasi. Dukungan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penghargaan terhadap waktu dan tenaga yang telah dicurahkan pada proyek tersebut, dukungan bahwa proyek akan menerima cukup dana, serta berbagai perubahan organisasi yang diperlukan. Dengan demikian, kurangnya komitmen eksekutif puncak untuk terlibat lebih jauh dalam proyek mengakibatkan penerapan sistem informasi perusahaan menjadi sia-sia.
Keterlibatan eksekutif dalam pengembangan sistem informasi di perusahaan juga menentukan kesuksesan proses sosialisasi sistem informasi. Proses sosialisasi sistem informasi yang baru merupakan proses perubahan organisasional. Kebanyakan orang dalam organisasi akan bertahan, karena perubahan mengandung ketidakpastian dan ancaman bagi posisi dan peran mereka. Akan tetapi, proses perubahan organisasional ini diperlukan untuk manajemen perubahan selama proses sosialisasi sistem informasi baru. Beberapa resiko dan konsekuensi manajemen yang tidak tepat dalam pengembangan sistem informasi adalah sebagai berikut.
• Biaya yang berlebih-lebihan sehingga melampaui anggaran.
• Melampaui waktu yang telah diperkirakan.
• Kelemahan teknis yang berakibat pada kinerja yang berada dibawah tingkat dari yang diperkirakan.
• Gagal dalam memperoleh manfaat yang diperkirakan.
2. Kurangnya keterlibatan atau input dari end user (pemakai akhir)
Sikap positif dari pengguna terhadap sistem informasi akan sangat mendukung berhasil atau tidaknya penerapan sistem informasi. Sikap positif dalam bentuk dukungan dan kompetensi dari user, serta hubungan yang baik antara user dengan teknisi merupakan faktor sikap yang menguntungkan (favorable attitudes) dan sangat penting bagi berhasilnya penerapan sistem informasi. Sikap positif menentukan tindakan, dan akan berkaitan dengan tingkat penggunaan yang tinggi (high levels of use) serta kepuasan (satisfaction) terhadap sistem tersebut.
Disamping itu, keterlibatan pengguna dalam desain dan operasi sistem informasi memiliki beberapa hasil yang positif. Pertama, jika pengguna terlibat secara mendalam dalam desain sistem, ia akan memiliki kesempatan untuk mengadopsi sistem menurut prioritas dan kebutuhan bisnis, dan lebih banyak kesempatan untuk mengontrol hasil. Kedua, pengguna cenderung untuk lebih bereaksi positif terhadap sistem karena mereka merupakan partisipan aktif dalam proses perubahan itu sendiri. Kesenjangan komunikasi antara pengguna dan perancang sistem informasi terjadi karena pengguna dan spesialis sistem informasi cenderung memiliki perbedaan dalam latar belakang, kepentingan dan prioritas. Inilah yang sering dikatakan sebagai kesenjangan komunikasi antara pengguna dan desainer (user-designer communication gap).
3. Tidak Memiliki Perencanaan Memadai
Pengembangan dan penerapan sistem informasi yang tidak didukung dengan perencanaan yang matang tidak akan mampu menjembatani keinginan dan kepentingan berbagai pihak di perusahaan. Hal ini dikarenakan sistem yang dijalankan tidak sesuai dengan arah dan tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang tidak memiliki kompetensi inti dalam bidang teknologi informasi sebaiknya menjadi tidak memaksakan untuk menjadi leader dalam investasi teknologi informasi.
Sebagian besar penyedia jasa teknologi informasi kurang sensitif terhadap manajemen perusahaan, tetapi hanya fokus pada tools yang akan dikembangkan. Kelemahan inilah yang mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi secara jelas kebutuhan dan spesifikasi sistem informasi yang akan diterapkan berikut manfaatnya terhadap perusahaan. Kemauan perusahaan dalam merancang penerapan sistem informasi berdasarkan sumberdaya yang dimiliki diyakini dapat meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan.
4. Inkompetensi secara Teknologi
Kesuksesan pengembangan sistem informasi tidak hanya bergantung pada penggunaan alat atau teknologinya saja, tetapi juga manusia sebagai perancang dan penggunanya. Bodnar dan Hopwood (1995) dalam Murdaningsih (2009) berpendapat bahwa perubahan dari sistem manual ke sistem komputerisasi tidak hanya menyangkut perubahan teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan organisasional. Sekitar 30 persen kegagalan pengembangan sistem informasi baru diakibatkan kurangnya perhatian pada aspek organisasional. Oleh karena itu, pengembangan sistem informasi memerlukan suatu perencanaan dan implementasi yang hati-hati, untuk menghindari adanya penolakan terhadap sistem yang dikembangkan (resistance to change)
3.2. Cara Mengatasi Kegagalan
Untuk mengatasi kegagalan tersebut perusahaan harus berhasil dalam menunjukkkan bahwa keterlibatan tingkat manajerial dan pemakai akhir yang ekstensif dan berarti adalah bahan utama dari kinerja sistem informasi yang berkualitas tinggi. Melibatkan para manajer bisnis dalam keterbukaan dari fungsi SI dan praktisi bisnis dalam pengembangan aplikasi SI. Melibatkan para manajer dalam manajemen TI (dari CEO hingga para manajer unit bisnis) membutuhkan pengembangan struktur tata kelola seperti dewan eksekutif dan komite pelaksana yang mendorong keterlibatan aktif mereka dalam perencanaan dan pengendalian penggunaan bisnis TI. Hal ini dapat membantu para manajer untuk menghindari masalah kinerja SI dalam unit bisnis dan proyek pengembangan mereka melalui keterlibatan ini para manajer dapat meningkatkan nilai bisnis strategis dari teknologi informasi.
Organisasi SIM dipercayakan pada program komputer, pasokan, data, dokumentasi, dan fasilitas yang terus meningkat ukuran dan nilainya. Kita harus memelihara standar kinerja, keamanan dan perilaku yang jelas membantu kita dalam memastikan integritas dan perlindungan berbagai aktiva ini. Karena itu, hal-hal berikut ini harus digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan kerja. Namun keberhasilan program ini tergantung pada kewaspadaan tiap anggota organisasi SIM pada nilai aktiva yang dipercayakan kepadanya. Harus disadari bahwa pelanggaran kepercayaan ini mengakibatkan tindakan pendisiplinan, termasuk pemberhentian.
Secara khusus para karyawan harus :
1. Melakukan semua kegiatan tanpa kecurangan. Hal ini mencakup pencurian atau penyalahgunaan uang, peralatan, pasokan, dokumentasi, program komputer, atau waktu komputer.
2. Menghindari segala tindakan yang mengkompromikan integritas mereka. Misalnya pemalsuan catatan dan dokumen, modifikasi program dan file produksi tanpa ijin, bersaing bisnis dengan organisasi, atau terlibat dalam perilaku yang mungkin mempengaruhi perusahaan atau reputasinya. Para karyawan tidak boleh menerima hadiah dari pemasok, agen dan pihak-pihak seperti itu.
3. Menghindari segala tindakan yang mungkin menciptakan situasi berbahaya. Termasuk membawa senjata tersembunyi di tempat kerja, mencederai orang lain atau mengabaikan standar keselamatan dan keamanan.
4. Tidak menggunakan alkhohol atau obat terlarang saat bekerja dan tidak bekerja di bawah pengaruh alkhohol atau obat terlarang atau kondisi lain yang tidak bugar untuk bekerja.
5. Memelihara hubungan yang sopan dan profesional dengan para pemakai, rekan kerja dan penyelia. Tugas pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan permintaan supervisor dan manajemen serta harus sesuai dengan standar keamanan bekerja. Setiap penemuan pelanggaran perilaku atau keamanan harus segera dilaporkan.
6. Berpegang pada peraturan kerja dan kebijakan pengupahan lain.
7. Melindungi kerahasiaan atau informasi yang peka mengenai posisi persaingan perusahaan, rahasia dagang atau aktiva.
8. Melakukan praktek bisnis yang sehat dalam mengelola sumber daya perusahaan seperti sumber daya manusia, penggunaan komputer, atau jasa luar.
Organisasi dapat meminimalkan kemungkinan kegagalan SIM perusahaan dengan mengambil langkah-langkah:
• Mengerti kerumitan organisasi
• Mengenali proses yang dapat menurun nilainya bila standarisasi dipaksakan
• Mencapai consensus dalam organisasi sebelum memutuskan menerapkan system informasi perusahaan
• Dukungan pemerintah yang baik dalam penerapan kegiatan ini dengan penyediaan tenaga yang handal dan sesuai pada bidang melalui pengadaan pembelajaran di bangku perguruan tinggi yang dispesifikasikan dengan menyesuaikan akan kebutuhan dari Negara.
• Respon yang baik dari masyarakat akan penerapan TI/SI yang menjadi tolak ukur utama dalam perkembangan penerapan TI/SI itu sendiri untuk pencapaian tujuan dari kegiatan pemerintah ini, seperti adanya ketertarikan beriklan melalui internet, bermain games online, mengerjakan kegiatan desain, arsitek, foto dan lain-lain dengan bantuan TI/SI yang telah ada.
kesimpulan : keunggulan dan keterbatasan perusahaan berpengaruh secara serempak kepada IOS.
Daftar Pustaka
Anonim. 2006. Perusahaan
Multinasional dan Dampaknya. Desember 2006.
Anonim.
2006. Home page <Http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia>.
Diakses tanggal 20 Desember 2006
Anonim.
2006. <Http://www.parasindonesia.com/sp_read.php?gid=72&spid=24> Diakses
tanggal 20 Desember 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar